PART 1
Ini sudah masuk hitungan seminggu
semenjak Peni mengikuti Kim. Namun, hasilnya selalu sama ia selalu kehilangan
jejak Kim.
“Ke-kemana
dia pergi? Apa yang terjadi?”
“Tolong, jangan menyusahkanku saat ini.”
Ujar Kim dari belakang Peni dan membuat Peni terkejut dan takut.
Aku
sudah begitu jauh dan ini bukan tempat yang kukenal. Bagaimana ini?
“A-anu, a-apa kau masih disini? Aku
tidak akan mengikutimu lagi, jadi tolong bantu aku mencari jalan pulang.”
“…” tidak ada jawaban dari Kim. Peni
menoleh kebelakang dan ia juga tidak menemukan Kim
.
“Aku benar-benar tidak tahu tempat ini.”
Gumam Peni dan duduk disebuah bangku yang terletak tepat dibawah lampu jalan.
Ia berniat untuk menunggu Kim yang ia ikuti tadi. Peni terlihat kelelahan
dengan keringat yang bercucuran didahinya. Dan akhirnya, ia tertidur.
“Ia benar-benar menyusahkan. Kenapa ia
bisa mengejarku padahal aku berlari begitu cepat?” Ujar Kim dengan membawa Peni
yang sedang tertidur diatas punggungnya.
“Bukan, bukan itu. Kenapa ia
mengikutiku?” Ujar Kim.
Kriing.. Kriing.. Alarm dikamarnya
berdering begitu keras dan membuat Peni mau tidak mau harus pergi dari
mimpinya.
“Hahh, lagi-lagi aku sudah ada ditempat
tidur ini. Sebenarnya, apa yang terjadi? Aku hampir mengejarnya setiap malam
dan terbangun ditempat tidur setiap pagi. Apakah semua ini hanyalah mimpi?
Tidak, aku yakin itu nyata.” Gumam Peni.
Tidak
ada yang percaya pada ceritaku. Bahkan, jika aku jadi mereka, aku juga tidak
akan percaya.
“Ha?” Peni mempelototi orang yang ada
didepannya saat ini dan terkejut.
“Sudah kuduga kau bisa melihatku.” Ujar
Kim.
“Apa maksudmu?” Ujar Peni lagi dan
berniat untuk berlari. Namun, tatapan dinginnya membuat peni membeku ditempat.
Tunggu,
aku mengejarnya hampir setiap malam dan sekarang aku ingin pergi. Apa kulit
pucat dan mata dinginnya itu akan menakutiku?
“Kenapa kau selalu mengikuti setiap
malam?” Tanya Kim to the point.
“Karna kau terlihat familiar, aku merasa
aku mengenalmu. Jadi, aku..”
“Jika kau mengikutiku lagi, aku tidak
akan bisa menjamin kau bisa pulang dengan selamat.” Ujarnya dingin dan menatap
Peni dengan tatapan tajam.
“Jadi, yang membawaku pulang setiap
malam adalah kau? Bagaimana kau bisa masuk kedalam rumahku?”
“…” Kim hanya diam dan berniat melangkah
menjauhi Peni.
“T-tunggu.” Peni menahan Kim dengan
memegang lengan baju Kim.
“Aku masih punya pertanyaan, tentang aku
bisa melihatmu, apa maksudnya?”
Kim menyunggingkan sedikit senyumnya.
“Kau lihat semua orang yang ada disini?
Mereka melewatiku seakan-akan mereka tidak melihatku.”
“Itu karna mereka tidak mengenalmu,
bodoh.” Ujar Peni
“Dan lihat ketika aku menatap mereka.”
Dan sekumpulan murid yang sedang ditatap
oleh Kim, merasa ketakutan dan berlari menjauh dari mereka.
A-apa-apaan
itu?
“Aku punya aura pembunuh yang kuat.
Jadi, jangan ikuti lagi. Aku sudah memperingatkanmu.”
“Entahlah, apa kau punya teman?”
“….”
“Aku yakin kau bukan pembunuh. Kau hanya
memiliki aura pembunuh.”
“…”
Kim kembali berjalan menjauhi Peni dan
Peni kembali mencegahnya dengan pertanyaan yang ia miliki.
“K-kau mau kemana?”
“Apa kau tuli? Bel masuk sudah berbunyi
dari tadi.”
“Oh, jadi begitu”
Kim berjalan menuju kelasnya dan begitu
juga peni, yang berjalan dibelakangnya.
Jadi,
dia satu sekolah denganku. Kenapa aku baru menyadarinya?
Kim dan Peni berjalan kearah yang sama.
Dan
KAMI
SATU KELAS!?
“Kau
lihat semua orang yang ada disini? Mereka melewatiku seakan-akan mereka tidak
melihatku.”
Oh,
aku mengerti sekarang.
Peni memperhatikan Kim yang duduk
disudut kiri belakang kelas. Kim awalnya diam dan menatap Peni dengan tatapan dinginnya.
Tentu saja, Peni langsung memalingkan wajahnya seolah-olah ia sedang
memperhatikan guru didepannya.
Sepulang sekolah, Peni mengikuti Kim. Ia
tidak bersembunyi, dan Kim juga tidak berlari menjauh.
Kim berhenti disebuah bangunan yang
sebagian dindingnya dilapisi oleh lumut, dan tidak memiliki aura kehidupan sama
sekali. Hanya saja, sebuah rumah yang terlihat sudah lama tidak ditinggali.
“Apa yang kau lakukan disini?” Tanya
Peni.
“Apakah tuan rumah tidak boleh memasuki
rumahnya sendiri?”
“Ohh, jadi ini rumahmu.”
Peni berniat untuk memasuki rumah yang
menakutkan itu. Namun,
“Kau tau, aku tinggal sendirian dan aku
laki-laki. Apa kata orang jika melihat seorang gadis masuk kedalam rumahku?”
“Bukankah orang-orang tidak mengenalmu?
Aku hanya ingin tau, apa kau nyata atau tidak. Banyak hal yang ingin aku
tanyakan padamu, jadi..”
“Kau tau apa yang terjadi jika hanya ada
sepasang manusia didalam sebuah rumah?”
“Hh, baiklah. Setidaknya, kita bisa
bertemu disekolah.”
“Sebelumnya, perkenalkan, aku peni.”
“Aku tidak peduli” Jawab Kim.
“Maksudku, aku ingin tau namamu, bodoh”
“Kim.” Dan setelah itu, Kim menutup
pintu rumahnya.
Huh,
sulit bicara dengan orang seperti dia.
Gumam Peni dan pulang menuju rumahnya.
Nyata
ya? Gumam Kim.
“Aku tidak melihatnya malam ini.” Gumam
Peni dan terus memperhatikan jendela kamarnya hingga tertidur.
Paginya, Peni terbangun dalam posisi
tidurnya.
Hh,
baru pertama kali aku tidak mengikutinya semenjak aku melihatnya.
Peni pun tergesa-gesa untuk pergi ke
sekolah. Menemui laki-laki yang selama ini menjadi tanda Tanya didalam
kepalanya.
Hah?
Tidak ada.
Peni tidak menemukan sosok Kim dibangku
pojok kiri kelasnya.
“Em, Sar, apa Kim tidak hadir hari ini?”
“Kim siapa?”
Ah,
benar juga, tidak banyak yang tau tentang Kim.
Peni melihat absensi kelasnya, namun
tidak ada nama Kim didalam daftar. Jumlah murid yang ada dikelasnya adalah 33
orang dan yang hanya ada dikelasnya sekarang hanyalah 32 orang.
“Sar, siapa hari ini yang tidak hadir?”
“Semuanya hadir, Pen. Tidak ada yang
absen hari ini.”
“Tapi, setelah aku hitung, hanya ada 32
orang dikelas ini..”
“Apa maksudmu? Semua orang dikelas ini
hari ini hadir. Sudahlah, kau bertingkah aneh hari ini.”
Semua
ini benar-benar membingungkan. Kemana dia?
Masih
ada satu cara lagi.
Sepulang sekolah Peni berlari menuju
rumah Kim.
Tok.. tok. Tok.
“Kim? Kiim?”
Tidak ada jawaban.
Peni memutarkan ganggang pintu rumah Kim
tersebut. Dan ternyata, tidak terkunci.
Peni terkejut melihat kondisi rumah Kim.
Tidak ada apa-apa, hanya sebuah ruangan kosong dengan debu dan sarang laba-laba
disetiap sisi rumah. Ia melihat ke semua ruangan, namun hasilnya nihil. Bahkan,
lampunya pun tidak dapat menyala.
Apa
ia benar-benar nyata? Kim?
Tidak
mungkin aku bermimpi setelah kemarin.
Sedangkan Kim yang sedang ia cari, dari
tadi mengikutinya dari belakang. Tidak bersembunyi, seharusnya Peni dapat
melihatnya dengan jelas. Peni pun keluar dari rumah Kim dengan penuh tanda
Tanya.
Sudah
kuduga, ia tidak akan bisa melihatku dengan mudah.
Tapi,
kenapa setiap malam ia bisa melihatku dan bahkan mengikutiku?
Siapa
dia?
Gumam Kim dengan memperhatikan punggung
Peni yang semakin lama semakin mengecil.
“…
Aku hanya ingin tau, apa kau nyata atau tidak..”
Nyata?
No comments:
Post a Comment