Hembusan angin menerpa wajahku,
suara gesekan rel kereta menjadi pengiring perjalananku. Disinilah aku, bersama
sebuah tiket menuju sebuah istana ketenangan yang telah lama kurindukan. Hiruk
pikuk perkotaan telah membuat aku tuli akan merdunya suara alam.
Kereta yang kunaiki mulai
memasuki terowongan. Gelap, cahaya seketika ditelan oleh dinding-dinding gua.
Tiba-tiba aku merasa hawa disekitarku mulai berubah, angin yang tadi berhembus
pun ikut menghilang meninggalkan ketenangan yang mencekam. Tak lama kemudian,
sebuah cahaya kecil muncul dan perlahan membesar. Cahaya itu sangat menyilaukan
sehingga aku reflek menutup kedua mataku.
Perlahan aku membuka mata. Perlu
waktu beberapa detik sebelum penglihatanku kembali normal. Aku merasa berada
ditempat yang berbeda. Pemandangan didepanku bukan lagi kursi-kursi penumpang.
Namun, melainkan sebuah hutan lebat.
Aku melihat orang-orang yang
memakai pakaian aneh mulai mendekat ke arahku. Mereka tidak terlihat seperti
orang jahat, namun aku merasa takut karena mereka mendekat dengan jumlah yang
cukup banyak dan mata mereka semua mengarah padaku.
Kakiku terasa membeku bahkan aku
tidak bisa berlari menjauh, aku merasa terlalu takut. Kerumunan orang-orang itu
berhenti didepanku. Mereka hanya diam dan membuat celah kecil ditengah-tengah,
dimana disitu seorang wanita tua melangkah mendekat kearahku.
“Akhirnya kau datang,” Ujarnya
lemah sambil memegang tanganku. Aku merasakan tangan mungil nan keriputnya
mengelus tanganku pelan.
Seketika, hiruk pikuk pun
terdengar diantara kerumunan. Aku samar-samar mendengar rasa syukur dari
mereka, senyum mereka pun dapat kulihat dari tatapan mereka terhadapku.
Seakan-akan, aku adalah orang yang mereka tunggu, atau mungkin seorang
pahlawan? Tapi kenapa?
“Maaf, aku tidak mengerti
maksudmu, nek. T-tolong jelaskan ada apa? Mengapa aku ada disini? Aku sangat
asing dengan tempat ini.” Tanyaku penuh keheranan dengan nada bergetar
ketakutan.
Laki-laki berjenggot putih yang
umurnya mungkin yang sudah sangat tua perlahan maju, “kamu ada di Glurfdit, kami
adalah orang-orang yang sudah lama menunggumu, kamu sudah ditakdirkan untuk
menyelamatkan negri ini.” Dia tersenyum, begitupun dengan yang lain. aku merasa
seperti bermimpi, jawabannya benar-benar tidak masuk akal. Menyelamatkan
negeri? Dia bercanda?
Mungkin ini efek kelelahan
sampai-sampai aku bisa merasakan mimpi
ini begitu nyata. Aku membayangkan, tubuhku yang sedang tertidur didalam
kereta. Ya walaupun terdengar kekanak-kanakan, setidaknya ini bukan mimpi buruk.
“Ayo, kami akan mengantarmu ke
istana,kami harus segera memberitahu raja”, wanita tadi langsung menarikku. Apa
dia tidak bisa menunggu persetujuanku dulu, atau haruskah aku ikut? Sepertinya
pendapatku tidak terlalu penting disini. Mereka bahkan tidak menanyakan namaku.
Baiklah, aku akan mengikuti alur naskah mimpiku ini.
“Kita akan menuju ke Istana” Ucap sang wanita
tua dan menggenggam erat tanganku.
Ia menceritakan semuanya padaku.
Aku akan menemui sang Raja, Willence. Dia hanya bisa jatuh cinta sekali dalam
seumur hidup. Itu hampir mirip dengan cerita werewolf yang pernah aku baca.
Dimana mereka mempunyai ikatan yang disebut mate,mereka dapat mencium aroma
pasangannya dari jarak ratusan meter ataupun dapat berkomunikasi melalui
pikiran. Buku yang aku baca mengatakan,ikatan mate ini sangat kuat,mereka
bahkan lebih baik mati daripada harus tersiksa dengan berpisah dengan mate-nya.
Wanita tadi yang akhirnya aku ketahui bernama Madam Rose menceritakan kalau
Will sudah lama mencariku keseluruh pelosok negeri, namun karena kekuatannya
yang masih terbatas dia tidak mampu untuk membuka portal antar dunia. Will
adalah sosok raja yang sangat dicintai rakyat,sehingga rakyatnya pun berharap
dan berdo’a untuk kedatanganku.
Mengabaikan wanita tadi beserta
keanehan yang aku alami. Mataku mulai memandang keluar. Kebutaanku terhadap
alam lenyap sudah, daun-daun pohon melambai tertiup angin seakan
menghipnotisku, burung-burung berkicau dengan merdunya. Saat melewati sungai,
aku dapat merasakan betapa segar airnya hanya dari suaranya saja. Ini terlalu
nyata! Ketenangan dan perasaan ini.
…
Kami sampai di tujuan. Gerbang
istana menjulang tinggi dihadapanku, beberapa penjaga membuka gerbang sedangkan
yang lain tetap mengawasi sekitar. Diujung sana, aku melihat sekelompok orang
yang sepertinya sedang menunggu kami.
“Sepertinya kabar kedatanganmu
sudah menyebar,” seseorang berbisik kepadaku. Kami terus berjalan mendekati
kumpulan orang-orang itu. Aku pun mulai dapat melihat wajah mereka dengan
jelas.
Pandanganku langsung terpaku pada
seorang laki-laki yang berdiri paling depan. Ketampanannya bahkan sudah dapat
terlihat dari jarak beberapa meter.
Semakin dekat, aku mulai
merasakan sesuatu yang panas tiba-tiba menyebar didalam diriku. Aku tidak tau
apa penyebabnya tapi aku merasa lemah dan mual. Aku merasakan sakit yang luar
biasa didaerah sekitar jantung. Penglihatanku mulai kabur, namun aku masih
dapat melihat dengan samar. Didepan sana, laki-laki itu juga seperti sedang
merasakan sakit. Seberkas cahaya violet keluar dari tubuh kami berdua lalu
perlahan menyatu menuju langit dan kemudian pecah membentuk kembang api yang
sangat indah.
Aku tidak merasakan sakit lagi.
Apa yang baru saja terjadi? Aku kembali menatap laki-laki itu, pandangan kami
bertemu. Mata biru langitnya memberiku ketenangan.
Orang-orang yang ada disana
bersorak ria bahkan ada yang menangis haru. Kembang api itu berisik, tapi
mendengar sorak ria dan tangisan bahagia mereka, kembang api itu menjadi si
berisik yang menenangkan.
Seakan sudah terpisah lama, aku
merasa tidak ingin jauh darinya, tidak ingin kehilangan, dan merasa sangat
membutuhkannya. Dimataku hanya ada dia, orang-orang seakan menghilang dan hanya
ada kami berdua. Aku dapat mendengar suara jantungku yang berdetak kencang.
Akhirnya aku mengerti sekuat apa ikatan mate itu.
“Apa kau raja Willance?” Tanyaku.
Kami saling bertatapan dalam
waktu yang cukup lama, sampai kemudian dia menggengam tanganku dengan erat dan
tersenyum dengan menawan. “Terima kasih,” ucapnya. Bahkan suaranya terdengar
sangat menenangkan,aku ingin mendengarkannya lagi dan lagi.
Raja Will menatapku, namun aku
melihat tatapannya yang sendu. Seakan-akan, sesuatu yang buruk akan terjadi.
Tunggu, kami baru saja bertemu!
“Ada apa?” aku khawatir.
Will menatapku, “tidak apa-apa
Hana. Simpan kalung ini baik-baik agar aku dapat menemukanmu.”
“Apa maksudmu?”
Will memakaikan kalung dengan
liontin berwarna biru itu ke leherku. Kemudian dia menghentakkan kakinya
ketanah. Lingkaran kecil dengan cahaya berwarna ungu muncul dan membesar
kira-kira seukuran tubuhku. Cahayanya sangat menyilaukan membuatku terpaksa
memejamkan mata.
Dengan perlahan kubuka mataku,
dengan perasaan kecewa, aku terbangun di tempat yang membuatku harus mendesah
kesal.
Hatiku terasa sakit setelah sadar
bahwa kisah nyata itu adalah mimpi. Kenapa ia terasa begitu nyata? Aku
benar-benar merindukannya, merindukan sesuatu yang tidak ada itu, menusuk
hatiku.Aku memegang liontin yang ada didadaku.
“Liontin?!”
“Itu bukan mimpi!”
Air mataku mengalir deras dan aku
memegang liontin pemberian Will dengan erat. Itu bukan mimpi, itu bukan mimpi,
Will itu nyata! Gumamku berulang kali.
Aku akan berusaha menyakini
sepenggal kepercayaan akan kedatangan Will yang entah kapan. Tepati janjimu, aku menunggu
kedatanganmu.
***
salam hangat dari kami
penulis : Febriani Novita Dewi
penyunting : Tasya Marliani
No comments:
Post a Comment